PEPS: Pernyataan Menko Polhukam Soal Pencucian Uang Sangat Bahaya
Menko Polhukam Mahfud MD. Foto: Dokumen Kemenko Polhukam.

PEPS: Pernyataan Menko Polhukam Soal Pencucian Uang Sangat Bahaya

Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan menilai pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD yang menyebut, ‘Pencucian uang [Rp 300 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan] jauh lebih besar dari korupsi’ sangat berbahaya bagi bangsa Indonesia.

“Pernyataan Mahfud sangat bahaya bagi bangsa Indonesia, seperti ada pesan mau melindungi, bahkan menutupi, megaskandal kasus korupsi kolektif penerimaan pajak di Kementerian Keuangan,” ujarnya dalam rilis yang diterima Pamongreaders.com, Sabtu (11/3/2023).

Karena, jelas Anthony, seperti ada pesan mau melindungi, bahkan menutupi, mega skandal kasus korupsi kolektif penerimaan pajak di Kementerian Keuangan.

Pasalnya, kemarin (Jumat, 10/3/23), Mahfud bertemu dengan Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara. Usai pertemuan tersebut, Mahfud memberi pernyataan cukup aneh, ‘Pencucian uang jauh lebih besar dari korupsi.”

Menurut Anthony, sepertinya Mahfud sedang membentuk opini, bahwa uang Rp 300 triliun yang beredar di lingkungan pegawai Kementerian Keuangan, yang diduga terlibat pencucian uang, tidak semua berasal dari korupsi pajak di Kementerian Keuangan.

Ia menduga demikian karena dua hal. Pertama, bagaimana Mahfud bisa tahu bahwa dugaan pencucian uang di Kementerian Keuangan senilai Rp 300 triliun tersebut bukan berasal dari hasil korupsi pajak? Apakah artinya Mahfud sudah tahu berapa besar korupsi yang dilakukan oleh pegawai pajak dan pegawai bea dan cukai?

“Kalau tahu, harap data jumlah korupsi tersebut dibuka kepada publik,” tegasnya.

Kalau tidak tahu, jelas Anthony, sebaiknya Mahfud jangan bicara bahwa pencucian uang di Kementerian Keuangan hanya sedikit yang terkait korupsi. “Karena pendapat seperti ini hanya pendapat spekulatif untuk membentuk opini, mau mengecilkan mega skandal yang terjadi di DJP dan DJBC,” tegasnya.

Perlu diingat, beber Anthony, korupsi kolektif di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) merupakan kejahatan korupsi penerimaan pajak secara terstruktur dan kolektif, dilakukan bersama-sama dengan melibatkan banyak pihak di internal DJP dan DJBC, dan sudah berlangsung sejak lama.

Menurutnya, dampak korupsi kolektif penerimaan pajak ini sangat buruk. Rasio penerimaan pajak terhadap produk domestic bruto (PDB) turun, membuat utang pemerintah naik pesat, subsidi berkurang, harga BBM dan tarif listrik naik, dan pada akhirnya membuat jumlah rakyat miskin bertambah, dan pemberantasan kemiskinan gagal.

“Seharusnya Mahfud jangan membentuk opini, tetapi memastikan penyelidikan dan penyidikan korupsi dan pencucian uang di lingkungan Kementerian Keuangan dapat dilaksanakan secepatnya,” tegas Anthony.

Kedua, kasus pencucian uang selalu berasal dari uang hitam (ilegal), seperti korupsi, judi ilegal, narkoba, dan sejenisnya, untuk diputihkan (dibuat seolah-olah legal).

“Kalau dugaan pencucian uang di Kementerian Keuangan bukan berasal dari korupsi pajak, apakah artinya pegawai Kementerian Keuangan terlibat aktivitas ilegal lainnya, misalnya judi, narkoba, human trafficking, atau pelacuran?” tanya Anthony.

Kalau benar seperti itu, nilai Anthony, betapa rusaknya akhlak pegawai Kementerian Keuangan khususnya DJP dan DJBC, sehingga seluruh direktorat harus dibersihkan secepatnya untuk menyelamatkan bangsa ini.[]