Terkait konflik yang terjadi antara aparat kepolisian dengan masyarakat di Wamena pada 23 Februari 2023 yang menewaskan 10 orang dan 18 luka-luka, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyampaikan empat poin desakan.
“Atas dasar hal tersebut kami mendesak berbagai pihak,” ujar Koordinator Badan Pekerja KontraS Fatia Maulidiyanti dalam pers rilis yang diterima Pamongreaders.com, Ahad (26/2/2023) di Jakarta.
Pertama, Komnas HAM RI untuk melakukan investigasi secara independen dan imparsial guna mencari fakta dugaan pelanggaran HAM yang terjadi pada tragedi Wamena,
Kedua, pemerintah untuk segera memulihkan secara efektif hak seluruh korban yang terkena imbas akibat tragedi ini.
Ketiga, pemerintah pusat untuk memastikan agar situasi dapat berjalan secara kondusif dan tidak mengambil langkah gegabah dalam menyelesaikan konflik di Papua.
Keempat, Kapolri dan Panglima TNI memastikan dilakukannya proses penegakan hukum terhadap anggota di lapangan yang berpotensi melanggar hingga berimplikasi pada jatuhnya korban jiwa.
Konflik
Berdasarkan informasi yang KontraS himpun, konflik bermula dari munculnya isu penculikan anak SD di Sinakma. Peristiwa ini menyebabkan perbedaan pendapat antara kepolisian dan pihak keluarga korban yang diduga diculik. Akhirnya terjadi perlawanan antara masyarakat kepada pihak kepolisian di Sinakma, Jalan Wamena Habema. Kemudian, terjadi lempar batu yang dilakukan massa kearah aparat kepolisian.
Menganggap sulit dikendalikan, jelas Fatia, aparat keamanan setempat dalam hal ini kepolisian mengambil beberapa langkah seperti halnya mengeluarkan gas air mata berkali-kali.
“Dalam data terakhir yang kami dapatkan, imbas dari konflik tersebut yakni sejumlah 10 orang korban dinyatakan meninggal dunia yang terdiri dari 8 orang asli Papua (OAP) dan warga non-Papua dengan 2 orang. Korban meninggal mengalami luka tembak, ada yang di bagian leher, dada, dan bagian belakang, Adapun kerusuhan ini juga menimbulkan 18 orang luka yang didominasi dari kalangan sipil,” pungkasnya.[]